PENGANTAR TEKNIK & MANAJEMEN INDUSTRI

Sejarah Singkat Disiplin dan Profesi Teknik Industri

 


Disiplin Teknik Industri muncul dan berakar kuat pada Revolusi Industri (Tahun 1750-an). Disiplin ini pada awalnya dikembangkan oleh beberapa individu yang berusaha mencari / mengembangkan prinsip-prinsip organisasi dan manajemen produksi tingkat lanjut. Setelah itu disiplin Teknik Industri mulai memberi ciri dan identifikasi dirinya secara khas dan muncul sebagai disiplin keteknikan (engineering) tersendiri yang secara formal terpisah dengan disiplin-disiplin engineering lainnya sekitar awal abad 20 dan kemudian menemukan tingkat kematangannya setelah perang dunia II. Phase-phase perkembangan industri — yang secara langsung juga ikut melandasi disiplin keilmuan Teknik Industri.

Revolusi industri banyak menghasilkan hal-hal yang baru pada - industri baik yang menyangkut perangkat keras maupun perangkat lunak yang terkait dalam teknik produksi. Munculnya penemuan baru yang berupa peralatan-peralatan pemintal dalam industri tekstil merupakan salah satu penemuan yang patut dicatat, karena dari sini kemudian berkembang penemuan-penemuan peralatan produksi yang lain untuk berbagai macam jenis industri. Demikian pula penemuan mesin uap dan peralatan mekanis lainnya yang pada akhirnya mampu membawa industri untuk tidak lagi tergantung pada manusia ataupun

' binatang sebagai sumber tenaga utamanya. Dalam industrimanufaktur kemajuan yang patut dicatat adalah dengan diketemukannya perkakas potong (cutting tools) yang lebih baik dan munculnya mesin-mesin produksi (machine tools) dengan tingkat teknologi yang lebih maju. Revolusi industri akhirnya juga menyebabkan munculnya pabrikpabrik yang relatif mempekerjakan orang di satu pihak dan mengurangi industri-industri kerajinan rumah tangga (home crafts) di lain pihak.


Peranan Disiplin Teknik Industri dalam Proses Pembangunan Industri

 

Seperti telah diuraikan sebelumnya disiplin Teknik Industri tidaklah semata-mata ditujukan untuk memecahkan masalah-masalah yang ada di sektor industri saja, melainkan mampu pula diterapkan pada sektor-sektor non-industri secara luas. Pada hakikatnya segala persoalan yang bisa dipandang sebagai suatu sistem yang integral akan dapat diselesaikan dengan pisau analisa Teknik Industri. Dalam konteks disiplin Teknik Industri, maka yang dimaksudkan dengan industri akan meliputi semua sistem organisasi usaha, baik yang bergerak di sektor produksi barang (manufakturing) maupun jasa (service). Prinsip-prinsip dasar disiplin Teknik Industri secara luas akan mampu diaplikasikan di berbagai sektor lapangan kerja seperti pertanian, rumah sakit, jasa perbankan/asuransi, jasa konsultasi teknik/manajemen, organisasi pemerintahan atau militer, konstruksi, pendidikan/penelitian, jasa transportasi/ distribusi, dan sebagainya selain tentu saja industri (pabrik) manufaktur.

Disiplin Teknik Industri sebagai disiplin yang memiliki akar kuat pada Revolusi Industri dua abad yang lampau baru menemukan identitas dan kematangan dirinya pada pertengahan abad 20 ini. Sebagai disiplin baru ternyata Teknik Industri telah mampu menempatkan dirinya sejajar dengan disiplin-disiplin keteknikan lainnya guna menjawab tantangan dan problema industri serta sistem usaha yang semakin kompleks. Pendekatan Teknik Industri disamping mampu diaplikasikan untuk mengatasi masalah industri juga mampu dipraktekkan sama baiknya guna menyelesaikan problema problema nonindustri. Pada dasarnya prinsip-prinsip dan pendekatan Teknik Industri tepat diterapkan untuk pengambilan keputusan dalam analisa manajemen dengan melihat suatu problem sebagai bagian dari sistem yang integral (konsep pendekatan sistem).


      Definisi Teknik Produksi

 

Teknik Produksi — yang diterjemahkan dari Production Engincering — adalah salah satu disiplin yang terkait erat dan merupakan bagian pokok dari Teknik Industri (Industrial Engineering). Secara definisi, Teknik Produksi bisa dinyatakan sebagai “designing the production process for a product”. Dengan demikian didalam disiplin Teknik Produksi — atau sering pula disebut sebagai Teknik Manufaktur (Manufacturing Engineering) — akan dibahas segala pertimbangan yang diperlukan dalam kaitannya dengan proses-proses produksi. Disini akan meliputi permasalahan seperti : desain dan pemilihan mesin (process engineering), desain peralatan-peralatan bantu (tools, jigs dan fixtures), estimasi biaya, sistem perawatan (maintenance) dan pengepakan (packaging).

Pembahasan mengenai Teknik Produksi terutama sekali akan banyak ditekankan pada sektor industri pengolahan logam (metal working industry), meskipun harus disadari bahwa ruang lingkup disiplin Teknik Industri tidak hanya terbatas di sektor ini saja melainkan bisa diaplikasikan di setiap sistem operasional/ produksi apapun seperti industri kimia, jasa pelayanan, dan lain lain.

 

Secara historis perkembangan disiplin atau profesi Teknik Industri berangkat dari kegiatan atau proses produksi. Berangkat dari keinginan untuk bisa membuat suatu rancangan produk tertentu, memaksa orang untuk menemukan teknik-teknik pengerjaan maupun pengolahan material yang efektif. Kalau didalam proses perancangan produk orang akan mempertanyakan “apa yang harus dibuat ?”, maka dalam proses produksi pertanyaan yang pantas untuk dikemukakan adalah “bagaimana teknik atau cara untuk membuat produk tersebut ?". Selanjutnya dari hasrat ingin mencari cara atau teknik untuk | membuat produk yang efektif, orang kemudian sampai pada permasalahan tentang langkah-langkah merencanakan dan mengendalikan | semua langkah produksi tersebut secara lebih efisien. Bertitik-tolak dari landasan inilah kemudian disiplin Teknik Industri dan/atau Teknik & Manajemen Industri muncul dan berkembang untuk menjawab berbagai tantangan yang ada.

     Teknik-Teknik Pembuatan Produk (Process Engineering)

 Process engineering akan berkaitan dengan aktivitas-aktivitas perancangan proses yang diperlukan untuk membuat sebuah produk, Proses tersebut meliputi pemilihan proses manufakturing yang tepat (efektif dan efisien) diaplikasikan serta penetapan mesin ataupun fasilitas produksi lainnya. Terdapat berbagai macam proses manufakturing yang bisa dijumpai, akan tetapi untuk proses pengolahan logam (metal working) secara umum hal ini bisa dibedakan dalam : metallurgical transformation, pengecoran, pembentukan dan pemotongan logam, pengelasan, penyambungan, perakitan dan penyelesaian akhir (firushing).


       Pandangan Klasik tentang Organisasi Kerja

 

Istilah organisasi konon berasal dari kata “brgan” yang berarti alat, perkakas, komponen, dan sebagainya. Dengan demikian yang dimaksudkan dengan organisasi tak pelak diartikan sebagai upaya untuk menyusun organ-organ tadi dalam suatu kesatuan fungsi yang mengarah ke suatu tujuan yang telah diidentifikasikan dan diformulasikan sebelumnya. Mesin, sebagai salah satu contoh dari kumpulan organ-organ yang tersusun dan terorganisir dalam sebuah wujud rancangan mekanik yang dapat beroperasi melaksanakan fungsi kerja tertentu. Demikian pula tubuh manusia atau mahkluk hidup lainnya, merupakan kumpulan zat-zat organik yang tersusun secara menakjubkan sebagai satu rancangan organik yang terintegrasi secara sempurna.

 




Definisi organisasi yang akan menjadi pokok pembicaraan selanjutnya lebih ditujukan pada pengertian organisasi kerja. Bilamana mesin dimaksudkan sebagai suatu kumpulan organ-organ mekanik atau onderdil-onderdil yang ditata ke dalam satu kesatuan wujud . mekanik yang dapat dioperasikan untuk memenuhi fungsi kerj2 tertentu, maka organisasi kerja dalam hal ini bisa pula diartikan sebaga kumpulan dari satuan-satuan kegiatan seringkali disebut dengar peranan dan jabatan yang ditata dalam satu kesatuan tunggal yang Operasional. Satuan-satuan kegiatan tersebut akan terdiri atas oknum Oknum manusia yang memiliki peran dan jabatan yang sudah ditentukan dan ditetapkan oleh perancang organisasi kerja.

Dari uraian di atas tampak jelas adanya beberapa kesamaan yang bisa kita simpulkan dari mesin dan organisasi kerja (yang untuk selanjutnya kita singkat saja dengan organisasi). Selain keduanya merupakan hasil suatu upaya pengintegrasian atau penyatuan komponen-komponen atau organ-organ yang dirancang untuk memiliki fungsi operasional tertentu, maka kesamaan lain yang hakiki adalah keduanya bekerja untuk menghasilkan keluaran-keluaran (output) dengan cara mengolah masukan-masukan (input) melalui suatu proses transformasi yang memberikan nilai tambah. Pandangan untuk memodelkan organisasi kerja manusia sesuai dengan konstruksi bangunan mesin bukan satu hal yang keliru sama sekali. Kesamaan antara mesin dan organisasi — dalam hal struktur maupun fungsi operasionalnya — tak pelak merupakan satu hal yang tak bisa diingkari begitu saja. Aliran manajemen klasik dengan tokoh-tokoh nya seperti Robert Owen, Charles Babbage, Frederick Winslow Taylor ataupun Henry Fayol memiliki kecenderungan untuk menyamakan begitu saja hukum-hukum operasional mesin yang serba eksak, pasti dan mengikuti logika-logikanya yang serba rasional dengan hukum-hukum Operasional sebuah organisasi kerja manusia yang justru serba tidak pasti dan sulit diterka.

 

Menurut Robert Owen (1771-1858), memperbaiki kondisi kerja dari tenaga kerja yang ada adalah satu langkah yang akan bisa : membawa ke arah peningkatan produktivitas dan profit. Disaat para ahli yang lain berkonsentrasi untuk meningkatkan produktivitas melalui perbaikan-perbaikan teknologi produksi perangkat keras, Owen justru mencoba berkonsentrasi ke arah perbaikan kondisi kerja manusia. Disini Owen mengusulkan pengurangan jam kerja dari 13 jam menjadi 10,5 jam perhari: menolak penggunaan tenaga kerja anakanak yang meskipun murah tetapi relatif kecil "tenaga" yang bisa dihasilkan (disamping berkesan kurang manusiawi): menciptakan suasana kompetisi di kalangan pekerja dan sebagainya. Bagi Owen, investasi perusahaan yang terbaik adalah pekerja: pekerja adalah '4 - Vital machine”.


     Pandangan Baru tentang Pentingnya Faktor Manusia dalam Organisasi Kerja

 

Teori ataupun konsepsi mengenai. pendekatan klasik ternyata banyak menjumpai kritik maupun keterbatasan didalam aplikasinya di lapangan. Harapan mengenai tercapainya peningkatan produktivitas dan suasana kerja yang harmonis ternyata tidak bisa diperoleh sepenuhnya. Manajemen industri dalam hal ini masih mempunyai banyak kesulitan dan rasa frustasi, karena ternyata performans pekerja tidak selalu bisa mengikuti prediksi ataupun pola perilaku rasional yang telah dibayangkan sebelumnya. Tidak seperti halnya dengan mesin — yang justru serba eksak' dan rasional -. manusia ternyata lebih sulit untuk diterka apa maunya (cenderung berubah-ubah). Hal seperti inilah yang kemudian menimbulkan in. terest-interest baru untuk mempelajari masalah manusia sebagai salah satu faktor penentu produktivitas kerja secara lebih lengkap. Dalam hal ini manusia tidak saja dipandang sebagai faktor produksi pasif — seperti halnya dengan material ataupun mesin — melainkan dilihat secara utuh sebagai faktor produksi aktif. Dengan demikian dari diri manusia tersebut tidak saja dilihat seberapa besar “tenaga fisik” nya yang mampu diserap, melainkan juga pikiran, skill, motivasi, perilaku, attitude dan sebagainya yang justru membedakan manusia dengan faktorfaktor produksi lainnya. Keterlibatan pakar sosiologi ataupun psikologi didalam menangani problem-problem manusia didalam organisasi dan manajemen industri dalam hal ini memberikan dimensi baru terhadap pengelolaan “sumber-daya manusia” ini.

Aliran manajemen mazhab “behavioralism” yang dipelopori oleh Hugo Munsterberg, Elton Mayo, Abraham Maslow dan sebagainya menandaskan akan adanya perbedaan-perbedaan yang tidak dapat diabaikan tersebut. Hugo Munsterberg (1863-1916) adalah seorang psikolog yang mencoba mengaplikasikan teknik ataupun eksperimeneksperimen yang lazim digunakan dalam ilmu psikologi untuk kepentingan industri (terutama yang berkaitan dengan pengelolaan tenaga kerjanya). Dalam tulisannya mengenai Psychology and Industrial Efficiency, Munsterberg menyatakan bahwa produktivitas kerja manusia dapat ditingkatkan dengan tiga cara yaitu (1) mencari tenaga yang terbaik yang diseleksi melalui berbagai pengujian baik fisik maupun mental-psikologis, (2) menciptakan kondisi lingkungan fisik kerja yang mampu memberikan suasana psikologis kerja yang baik (suasana yang ergonomis), dan (3) memberikan pengaruh-pengaruh psikologis untuk meningkatkan motivasi-motivasi kerja karyawan. Selanjutnya Elton Mayo (1880-1949) — yang terkenal dengan eksperimen Hawthrorne-nya — disisi yang lain banyak menekankan pada konsep hubungan antar manusia (human relation) dalam organisasi sebagai kunci keberhasilan manajemen didalam menggerakkan dan memberi motivasi kerja kepada para karyawannya. Menurut Mayo, untuk menciptakan hubungan kerja yang baik antara manusia yang memiliki fungsi dan peran masing-masing dalam Organisasi kerja maka seorang manajer harus mengetahui hal-hal yang melatar-belakangi tindakan yang dilakukan oleh seorang pekerja. Faktor-faktor sosial-psikologis apakah yang mendorong dan memberikan motivasi seseorang untuk melakukan hal tersebut.

0 comments: